News

Akademisi Psikologi Soroti Beban Mental Korban Banjir Tahunan di Kabupaten Bandung

Admin KBB - Saturday, 06 December 2025 | 01:10 AM

Background
Akademisi Psikologi Soroti Beban Mental Korban Banjir Tahunan di Kabupaten Bandung
Warga membersihkan material lumpur dan sampah pascabanjir di objek wisata Lembah Curugan Gunung Putri, Desa Mukapayung, Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (5/12/2025). Bencana banjir yang terjadi pada Kamis (4/12) akibat meluapnya Sungai Cibitung tersebut menyebabkan sedikitnya lima hektar lahan persawahan rusak dan merendam objek wisata Lembah Curugan Gunung Putri serta kolam ikan milik BUMDes di kawasan itu. ANTARA FOTO/Abdan Syakura/bar

INFOKBB - Akademisi Psikologi, yang juga merupakan CEO Martasandy Group bertempat di Bandung. Billy Martasandy menyoroti dampak psikologis jangka panjang yang dialami warga di sejumlah wilayah langganan banjir di Kabupaten Bandung, seperti Dayeuhkolot, Baleendah, hingga Rancamanyar. Menurutnya, persoalan banjir tidak hanya menimbulkan kerugian materiel, tetapi juga menyisakan beban mental yang terus menumpuk setiap tahun.

Billy martasandy menjelaskan bahwa masyarakat di wilayah tersebut hidup dalam siklus traumatik berulang. Setiap memasuki musim hujan dengan curah hujan yang banyak, kecemasan masyarakat meningkat karena pengalaman masa lalu yang belum sepenuhnya pulih.



“Warga yang setiap tahun menghadapi banjir bukan hanya kehilangan harta benda. Mereka menghadapi tekanan psikologis yang sifatnya akumulatif. Kecemasan, ketidakpastian, kelelahan mental, itu semua menumpuk dan memengaruhi kesehatan psikologis dalam jangka panjang,” ujar Billy.

Ia menyebutkan, banyak warga yang menunjukkan gejala stres kronis: sulit tidur, mudah marah, ketegangan dalam hubungan keluarga, hingga munculnya rasa putus asa. Bagi anak-anak, banjir rutin berpotensi menimbulkan gangguan belajar, ketakutan terhadap hujan, dan perubahan perilaku.

“Pada beberapa kasus, kami menemukan apa yang disebut anticipatory anxiety, yaitu kecemasan yang muncul bahkan sebelum banjir terjadi. Cukup mendengar hujan deras saja, sebagian warga sudah merasakan ketakutan akan kejadian yang sama terulang,” jelasnya.



Billy martasandy menilai penanganan bencana selama ini masih terlalu fokus pada aspek fisik, evakuasi, logistik, dan infrastruktur, namun minim intervensi psikologis. Padahal, pemulihan mental merupakan bagian penting dari pemulihan bencana secara menyeluruh.

Ia mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan layanan dukungan psikologis berbasis komunitas, seperti pendampingan trauma, ruang konsultasi, dan edukasi kesehatan mental bagi warga di wilayah rawan banjir.

“Setiap tahun persoalannya sama, namun kondisi psikologis masyarakat tidak pernah benar-benar pulih. Jika tidak ada intervensi serius, beban mental ini bisa menjadi masalah besar yang memengaruhi produktivitas, hubungan sosial, hingga kualitas hidup warga,” tegasnya.

Billy martasandy juga menekankan pentingnya kolaborasi antara psikolog, pekerja sosial, relawan, serta pemerintah daerah khususnya dalam merancang program pemulihan jangka panjang.

“Bencana hidrometeorologi harus dilihat sebagai persoalan multidimensi. Infrastruktur penting, tetapi ketahanan mental masyarakat pun sertamerta harus diperkuat,” tuturnya.



Ia berharap penanganan banjir ke depan tidak hanya menyasar penyelesaian teknis, tetapi juga memastikan warga yang terdampak mendapatkan dukungan emosional yang memadai sehingga mampu bangkit setiap kali apabila bencana datang.***