Entertainment

Drama Rumah Tangga: Hukum Paling Absurd Sedunia?

Selvi - Saturday, 02 August 2025 | 01:46 PM

Background
Drama Rumah Tangga: Hukum Paling Absurd Sedunia?

 

INFO KBB.ID - Pernah dengar gosip paling random tapi bikin geleng-geleng kepala sekaligus ngakak guling-guling? Kalau belum, coba bayangkan skenario ini: sebuah undang-undang baru tiba-tiba disahkan, bunyinya kira-kira begini, "Istri yang dianggurin selama enam bulan berturut-turut tanpa nafkah lahir batin yang memadai, akan disita negara!" Gila, kan? Ini bukan berita hoaks, kok, cuma lamunan liar saya saja. Tapi coba deh kita bedah bareng, seandainya peraturan seabsurd ini beneran jadi kenyataan, kira-kira bagaimana drama kehidupan rumah tangga di Indonesia bakal terkuak?

Begitu kabar ini menyebar (tentunya lewat grup WhatsApp ibu-ibu, lalu merembet ke grup bapak-bapak alumni SMA), bisa dipastikan dunia perumah-tanggaan langsung geger. Para suami yang selama ini mungkin sibuk nge-game, futsal sampai lupa jalan pulang, atau sekadar terlalu asyik sama hobinya sampai lupa istrinya butuh perhatian, auto kena serangan jantung mendadak. Enam bulan, lho! Itu waktu yang cukup buat bikin mie instan sepuluh kali, nonton drakor satu musim, atau bahkan belajar bahasa baru. Kalau selama itu istri dianggurin, artinya warning sign-nya udah kuning, bahkan merah menyala.

Kepanikan Massal Para Suami dan Taktik "Penyelamatan"

Bayangkan saja, para suami yang tadinya cuek bebek mendadak jadi bucin akut. Jadwal pulang kantor yang biasanya molor sampai tengah malam mendadak jadi tepat waktu. Bukan karena takut dimarahi bos, tapi takut istri disita negara! Setiap weekend, yang tadinya cuma rebahan di sofa sambil nonton bola, sekarang auto ajak jalan-jalan, makan romantis, atau minimal bantuin cuci piring. "Sayang, mau dibikinin kopi? Mau dipijetin? Besok kita piknik, ya?" Pertanyaan-pertanyaan ajaib ini akan sering terdengar, lengkap dengan senyum yang dipaksakan. Ini bukan lagi cinta, ini adalah survival mode! Harga diri sebagai kepala rumah tangga dipertaruhkan, harta benda juga. Masa istri sampai disita negara? Kan bikin malu nama keluarga besar!

Para suami mulai putar otak. Ada yang gercep daftar kursus masak biar bisa masakin istri makanan enak. Ada yang mendadak jadi pendengar setia, siap menampung segala keluh kesah istri, bahkan sampai jam tiga pagi. Parfum yang tadinya cuma dipake kalau ada kondangan, sekarang disemprotin tiap hari biar wangi di depan istri. Bahkan, mungkin ada yang sampai cari-cari buku panduan "Cara Menjadi Suami Idaman dalam 6 Bulan" atau "Strategi Anti-Sita Negara". Pokoknya, segala cara dihalalkan demi istri tetap berada di pelukan (dan kartu keluarga) mereka. Kasus suami minggat berbulan-bulan mungkin akan langsung lenyap. Siapa berani nganggurin istri kalau taruhannya begitu besar?

Nasib Istri yang "Disita": Antara Lega dan Bingung

Lalu, bagaimana dengan para istri? Di satu sisi, mungkin ada rasa lega yang luar biasa. Akhirnya, pengorbanan dan kesabaran mereka terbayar. Ada validasi dari negara bahwa "dianggurin" itu salah, dan pelakunya patut diberi sanksi. Mungkin akan ada gelombang pengaduan massal ke lembaga negara terkait, lengkap dengan bukti-bukti foto suami rebahan di sofa, struk belanja yang cuma isinya kopi dan rokok suami, sampai screenshot chat yang cuma dibaca doang. Ini adalah momen kebangkitan para istri! Mereka bukan lagi objek yang bisa diabaikan begitu saja. Mereka punya nilai, dan negara menjamin itu!

Tapi di sisi lain, bayangan "disita negara" ini juga menimbulkan pertanyaan baru. Disita itu maksudnya bagaimana? Apakah mereka akan dilelang? Dijodohkan ulang secara paksa? Atau malah dijadikan PNS di departemen khusus "Pemberdayaan Istri Tersita"? Terbayang bagaimana birokrasinya: formulir pendaftaran, verifikasi "bukti pengabaian", wawancara mendalam, sampai tes psikologi untuk memastikan istri benar-benar dianggurin dan siap "disita". Duh, ribetnya nggak ketulungan! Belum lagi kalau ada yang rebutan istri yang disita. Kan gawat, bisa jadi drama sinetron berseri.

Pemerintah sendiri pasti mati kutu. Setelah menyita ribuan istri, mereka mau diapakan? Apakah akan dibuatkan asrama khusus istri tersita? Atau disalurkan ke proyek-proyek pembangunan? Ini bukan cuma masalah teknis, tapi juga masalah moral dan sosial. Negara kan bukan biro jodoh massal, apalagi lembaga pengasuh. Ide absurd ini memang lucu di permukaan, tapi kalau dipikirkan lebih dalam, betapa rumitnya implikasi yang timbul. Pada akhirnya, ini akan menunjukkan bahwa masalah rumah tangga itu bukan cuma urusan dua kepala, tapi juga kompleksitas kemanusiaan.

Antara Regulasi dan Realita Pernikahan

Ide "istri disita negara" ini memang cuma guyonan. Tapi, di balik guyonan itu, ada kritik pedas tentang realitas pernikahan di masa kini. Banyak kasus perceraian terjadi karena salah satu pihak merasa tidak dihargai, diabaikan, atau tidak mendapatkan perhatian yang layak. Isu nafkah lahir batin bukan cuma soal uang, tapi juga soal perhatian, kasih sayang, waktu berkualitas, dan rasa aman. Ketika salah satu pilar ini rapuh, rumah tangga pun bisa goyah.

Mungkin bukan negara yang perlu menyita istri, tapi kesadaran para suami (dan istri) yang perlu ditingkatkan. Bahwa pernikahan itu adalah komitmen dua arah, butuh perjuangan, komunikasi, dan upaya terus-menerus. Bukan cuma janji manis di depan penghulu, lalu setelah itu hidup seenak jidat. Kalau saja setiap pasangan bisa menyadari pentingnya menjaga "api" dalam rumah tangga, menghargai pasangannya, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik, mungkin tidak perlu ada peraturan aneh-aneh yang bikin heboh.

Pada akhirnya, solusi untuk istri yang dianggurin itu bukan disita negara, melainkan diskusi, introspeksi, atau, kalau memang tak ada jalan lain, pilihan untuk berpisah secara baik-baik. Negara sebaiknya fokus saja pada pembangunan infrastruktur dan pemberantasan korupsi, biar masyarakat bisa hidup tenang. Urusan suami-istri, biarkan mereka selesaikan sendiri. Tapi ide ini, jujur saja, bikin saya kepikiran. Jangan-jangan, kalau beneran ada, angka perceraian malah turun drastis karena para suami mendadak jadi super perhatian. Atau jangan-jangan, malah makin banyak suami yang lari ke hutan karena ketakutan. Ah, sudahlah. Kopi mana kopi? Daripada pusing mikirin istri disita negara, mending mikirin deadline artikel ini aja.