News

Siapa Nggak Ngeluh Soal Panas Ekstrem Belakangan Ini?

Selvi - Tuesday, 14 October 2025 | 11:42 AM

Background
Siapa Nggak Ngeluh Soal Panas Ekstrem Belakangan Ini?

 

INFOKBB.ID - Mandi tiga kali sehari kok masih lengket? AC udah disetel paling dingin tapi rasanya kayak cuma angin lewat? Jangan-jangan kita semua lagi tinggal di sauna raksasa yang bocor ya? Jujur aja, siapa sih yang nggak mengeluh soal cuaca panas ekstrem belakangan ini? Rasanya baru keluar rumah sebentar, keringat langsung banjir kayak habis lari maraton. Mau makan bakso hangat aja jadi mikir dua kali, enaknya es teh manis atau es kopi susu yang dinginnya sampai menusuk tulang.

Fenomena panas menyengat ini bukan cuma perasaan atau halusinasi kolektif kita semata, lho. Ada banyak faktor yang jadi biang keroknya. Mulai dari "tamu tak diundang" yang datang dari samudra, sampai kebiasaan kita sehari-hari yang ternyata punya andil besar. Yuk, kita bedah satu per satu, biar nggak cuma ngeluh tapi juga sedikit tercerahkan kenapa bumi ini rasanya lagi "ngambek" dan memuntahkan panasnya.

El Niño: Sang Tamu Jauh Pembawa Hawa Panas

Nah, biang kerok pertama yang lagi ramai jadi omongan adalah El Niño. Kedengarannya memang asing, kayak nama tokoh kartun dari Amerika Latin. Tapi, fenomena alam ini punya dampak yang nggak main-main buat iklim global, termasuk di Indonesia. Gampangnya, El Niño ini adalah kondisi di mana suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur menghangat di atas rata-rata.

Efeknya apa buat kita di Indonesia? Biasanya, El Niño bikin pergerakan awan yang membawa hujan jadi bergeser jauh dari wilayah kita. Alhasil, curah hujan berkurang drastis, musim kemarau jadi lebih panjang, dan tentu saja, suhu udara jadi melonjak. Ibaratnya, kalau biasanya kita punya "payung" awan yang menaungi, sekarang payungnya dibawa pergi sama El Niño. Alhasil, matahari bisa leluasa menyengat bumi kita tanpa ampun. Jadi, kalau sekarang siang-siang ngelihat langit bersih tanpa awan, itu salah satu tanda El Niño lagi 'nongkrong' di Pasifik.

Pemanasan Global: PR Besar Kita Semua

Selain El Niño yang datang sesekali, ada juga "biang kerok" yang sifatnya lebih permanen dan jangka panjang: pemanasan global alias perubahan iklim. Ini mah bukan rahasia lagi, bumi kita memang makin hari makin panas. Kenapa? Ya karena aktivitas manusia yang nggak ada remnya. Emisi gas rumah kaca dari asap pabrik, kendaraan bermotor yang makin banyak, sampai penebangan hutan secara masif, semuanya berkontribusi.

Gas-gas seperti karbon dioksida (CO2) dan metana ini, di atmosfer, bekerja mirip selimut tebal. Mereka menjebak panas matahari di dalam atmosfer bumi, nggak membiarkannya lepas kembali ke luar angkasa. Akibatnya, suhu rata-rata permukaan bumi terus naik dari tahun ke tahun. Jadi, El Niño itu ibaratnya kayak "kompor tambahan" yang bikin panas, tapi pemanasan global ini adalah "api utama" yang terus menyala di bawahnya. Nggak heran kalau beberapa tahun terakhir kita sering banget merasakan rekor suhu tertinggi. Ini bukan cuma El Niño doang, tapi memang tren jangka panjang yang bikin pusing tujuh keliling.

Urban Heat Island Effect: Kota-kota Kita yang "Gerah"

Selain faktor global, ada juga faktor lokal yang bikin kita, terutama yang tinggal di perkotaan, makin merasa terpanggang. Namanya Urban Heat Island Effect atau Efek Pulau Panas Perkotaan. Pernah nggak sih ngerasa kalau di pedesaan atau daerah yang banyak pohon, suasananya jauh lebih adem ketimbang di tengah kota yang penuh gedung dan aspal?

Itulah efeknya. Di kota, banyak sekali bangunan beton, aspal jalan, dan atap-atap gedung yang gelap. Material-material ini punya kemampuan menyerap dan menyimpan panas matahari jauh lebih baik daripada tanah atau pepohonan. Lalu, panas yang sudah terserap itu dilepaskan lagi di malam hari, bikin suhu kota tetap tinggi bahkan setelah matahari terbenam. Ditambah lagi, polusi dari kendaraan dan industri juga turut menyumbang panas. Pohon-pohon yang seharusnya jadi "AC alami" dan menghasilkan oksigen, malah banyak ditebang demi pembangunan. Alhasil, kota-kota kita jadi kayak oven raksasa yang nggak ada ventilasinya.

Musim Kemarau yang "Nggak Kaleng-Kaleng"

Indonesia itu punya dua musim: hujan dan kemarau. Nah, sekarang ini kita sedang berada di puncak musim kemarau. Di musim kemarau, langit cenderung bersih dari awan, sehingga sinar matahari bisa langsung menyinari bumi tanpa terhalang. Otomatis, suhu udara jadi terasa lebih panas.

Ketika musim kemarau ini berkolaborasi dengan El Niño dan efek pemanasan global, jadilah "badai panas" yang sempurna. Kombinasi ketiganya membuat kemarau tahun ini terasa sangat ekstrem dan panjang. Air bersih mulai susah, risiko kebakaran hutan meningkat, dan kita semua jadi gampang dehidrasi. Rasanya kok hidup ini penuh cobaan ya, mau jalan kaki sebentar aja udah kayak mau pingsan.

Lalu, Kita Bisa Apa Dong?

Melihat daftar biang kerok di atas, mungkin kita jadi merasa kecil dan nggak bisa berbuat apa-apa. Tapi jangan putus asa dulu! Memang, untuk mengatasi pemanasan global butuh upaya kolosal dari seluruh dunia. Namun, sebagai individu, kita tetap bisa berkontribusi, setidaknya untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Pertama, adaptasi. Banyak minum air putih, pakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat, hindari aktivitas luar ruangan saat siang hari bolong. Kalau bisa, tanam pohon atau tanaman di sekitar rumah biar ada sedikit "AC alami" dan peneduh. Kurangi penggunaan listrik berlebihan, terutama AC, kalau tidak benar-benar perlu. Ini juga membantu mengurangi beban listrik dan emisi.

Kedua, mulai sadar lingkungan. Kurangi jejak karbon kita. Mungkin mulai beralih ke transportasi umum, atau mengurangi sampah yang berpotensi jadi metana. Edukasi diri sendiri dan orang-orang terdekat tentang pentingnya menjaga bumi. Ini PR besar kita semua, lho. Bukan cuma pemerintah, bukan cuma ilmuwan, tapi semua penghuni planet ini.

Jadi, cuaca panas yang bikin kita ngeluh setiap hari itu bukan sekadar ilusi. Itu adalah kombinasi kompleks dari fenomena alam jangka pendek (El Niño) dan masalah lingkungan jangka panjang (pemanasan global), ditambah lagi dengan kondisi lokal di perkotaan kita. Memang bikin gerah, bikin pusing, tapi juga harus bikin kita mikir dan bertindak. Yuk, sama-sama jaga bumi kita, biar nggak makin kepanasan sampai 'meleleh' kayak es krim di siang bolong.***