News

Dititip ke Yayasan Rehabilitas di Pangandaran, Pasien ODGJ Diduga Dianiaya hingga Meninggal, Keluarga Temukan Luka Lebam di Sekujur Tubuh

Azis - Monday, 08 September 2025 | 08:37 AM

Background
Dititip ke Yayasan Rehabilitas di Pangandaran, Pasien ODGJ Diduga Dianiaya hingga Meninggal, Keluarga Temukan Luka Lebam di Sekujur Tubuh

INFOKBB.ID, Bandung Barat - Nasib tragis menimpa seorang warga Desa Ganjarsari, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB), yang meninggal dunia dengan kondisi mengenaskan setelah menjalani perawatan di sebuah yayasan rehabilitasi mental di Pangandaran. Pihak keluarga menemukan banyak luka lebam dan tanda-tanda kekerasan fisik di tubuh korban, memicu dugaan kuat adanya penganiayaan.

‎Keluarga korban menuturkan kronologi kejadian yang berawal dari upaya mencari pengobatan alternatif bagi saudara mereka. Korban diketahui memiliki riwayat gangguan mental dan telah menjalani rawat jalan di RSJ Cisarua selama kurang lebih enam tahun.

‎"Awalnya kami mendapat informasi dari seseorang bernama Roni (asal Cipada) mengenai Yayasan Rumah Solusi Himathera di Pangandaran yang katanya bisa mengobati gangguan mental," ujar perwakilan keluarga, Senin (8/9/2025).

‎Keluarga setuju mengirimkan korban ke yayasan tersebut dengan biaya awal Rp1,5 juta dan biaya bulanan Rp1,5 juta. Namun, pihak yayasan memberlakukan syarat ketat: pasien tidak boleh dijenguk selama enam bulan pertama.

‎Proses pengantaran korban pun tidak dilakukan langsung oleh keluarga. Pihak keluarga meminta bantuan aparat desa Ganjarsari, namun korban diserahkan kepada Roni sebagai penanggung jawab di kantor Dinas Sosial, sebelum akhirnya dibawa ke Pangandaran.

‎Selama empat bulan perawatan, pihak yayasan mengabarkan kondisi korban baik-baik saja. Namun, foto dan video yang dikirimkan menunjukkan kondisi fisik korban yang semakin kurus dan tampak tertekan. Pada 10 Agustus, yayasan bahkan masih meminta kiriman uang sebesar Rp400 ribu untuk kegiatan 17 Agustus.

‎Kejanggalan memuncak pada Jumat, 22 Agustus, ketika keluarga menerima kabar duka bahwa korban meninggal dunia karena sakit.

‎"Kami kaget karena sebelumnya dibilang sehat. Pihak yayasan awalnya mengklaim korban meninggal di rumah sakit dan meminta penggantian biaya sebesar Rp7 juta," jelas keluarga.

‎Saat keluarga tiba di Pangandaran untuk menjemput jenazah, pihak yayasan tidak dapat menunjukkan bukti rekam medis atau surat kematian dari rumah sakit. Yayasan lantas mengubah keterangan bahwa korban meninggal sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit.

‎Kecurigaan semakin menguat ketika pihak yayasan menolak permintaan keluarga untuk membuka kain kafan di lokasi dan enggan menandatangani surat pernyataan di atas materai yang menerangkan penyebab kematian adalah sakit.

‎Setibanya di rumah duka di Bandung Barat, keluarga memutuskan untuk membuka kain kafan dan memandikan ulang jenazah. Saat itulah ditemukan sejumlah luka yang diduga kuat akibat kekerasan.

‎"Kondisinya sangat parah. Kedua matanya lebam seperti habis dipukuli, kedua telinga tertutup gumpalan darah kering, dan ada luka berdarah di kepala bagian belakang. Banyak luka terbuka di kaki, dan tubuhnya sangat kurus kering tinggal tulang," ungkap pihak keluarga.

‎Keluarga korban kini menuntut kejelasan dan pertanggungjawaban dari pihak Yayasan Rumah Solusi Himathera serta pihak-pihak terkait yang terlibat dalam proses penitipan korban.

‎Keluarga korban mengungkapkan bahwa mereka telah menempuh jalur hukum dengan membuat laporan ke Polda Jawa Barat pada tanggal 23 Agustus 2025, sehari setelah menerima jenazah korban. Proses otopsi juga telah dilaksanakan untuk mengetahui penyebab pasti kematian.

‎"Kami sudah melaporkan ke Polda Jabar dan otopsi sudah dilakukan. Tapi sampai saat ini, kami belum mendapatkan informasi apapun mengenai perkembangan kasus atau hasil otopsi," ujar perwakilan keluarga korban.

‎Keluarga menyayangkan lambatnya penanganan kasus ini dan berharap adanya perhatian publik serta media untuk mengawal proses hukum. "Kami berharap media membantu mengawal kasus ini sampai tuntas. Kami khawatir jika tidak viral, proses hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya," tambahnya.

‎Dugaan Eksploitasi dan Korban Lainnya

‎Sejak kasus ini diangkat ke publik, pihak keluarga mengaku menerima banyak informasi serupa dari masyarakat. Muncul dugaan kuat bahwa korban penganiayaan dan penelantaran di yayasan tersebut lebih dari satu orang.

‎Informasi yang diterima keluarga menyebutkan adanya praktik eksploitasi terhadap para pasien. "Ternyata di sana pasien bukan diobati, tapi dipekerjakan paksa dari Magrib sampai Subuh. Mereka tidak diberi makan yang layak, dan banyak yang disiksa jika melawan," tutur keluarga.

‎Para pasien diduga diperlakukan secara tidak manusiawi, jauh dari standar perawatan rehabilitasi yang seharusnya.

‎Tuntutan Penutupan Yayasan

‎Keluarga korban menegaskan bahwa tujuan utama mereka adalah mencari keadilan bagi almarhum dan mencegah jatuhnya korban lain. Mereka mendesak pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas para pelaku.

‎"Kami hanya ingin keadilan. Kami menuntut agar izin yayasan tersebut dicabut agar tidak ada korban selanjutnya. Pelaku harus dihukum sebagaimana mestinya. Ini juga untuk menebus rasa bersalah kami kepada almarhum karena telah menitipkannya di tempat yang salah," tutupnya.

‎Sebelumnya, korban yang merupakan pasien rawat jalan RSJ Cisarua selama 6 tahun, meninggal dunia setelah 4 bulan dirawat di yayasan tersebut. Saat jenazah diterima keluarga, ditemukan luka lebam di kedua mata, gumpalan darah di telinga, luka di kepala, serta kondisi tubuh yang sangat kurus.

‎Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyatan dari pihak Yayasan mengenai laporan keluarga korban tersebut. Keluarga korban meminta kepada media, termasuk Infokbb untuk menaikkan berita ini.***