Tips

Pendidikan untuk Semua? Realitanya Masih Belum Sepenuhnya Sama Rata

Admin KBB - Thursday, 26 June 2025 | 12:00 PM

Background
Pendidikan untuk Semua? Realitanya Masih Belum Sepenuhnya Sama Rata

INFO KBB - Pendidikan adalah hak setiap warga negara, bukan hadiah bagi mereka yang tinggal di kota besar atau wilayah strategis. Dalam Pasal 31 UUD 1945, negara telah menjamin bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan belajar bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sayangnya, realitasnya belum semua anak Indonesia bisa merasakan pendidikan yang setara. Ketimpangan antarwilayah masih begitu terasa. Di satu sisi, ada sekolah yang sudah berbasis digital, lengkap dengan perangkat belajar yang canggih. Tapi di sisi lain, masih ada sekolah yang atapnya bocor, guru terbatas, dan bahkan belum tersambung listrik stabil. Sedihnya, ini bukan cerita baru, tapi cerita lama yang belum juga selesai.

Isu ini makin relevan dengan situasi terkini. Misalnya, dalam program pengangkatan ASN PPPK tahun 2024, banyak guru justru enggan ditempatkan di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Akhirnya, sekolah di daerah-daerah ini tetap kekurangan tenaga pendidik, sementara di kota besar justru kelebihan guru. Di era digital sekarang, anak-anak di kota udah belajar pakai tablet dan aplikasi interaktif, sementara anak-anak di pedalaman masih sibuk cari sinyal buat sekadar buka materi. Nggak fair, kan?

Permasalahan pemerataan pendidikan juga menyangkut infrastruktur yang timpang. Data Kemendikbudristek menunjukkan bahwa masih ada ratusan ribu ruang kelas rusak di seluruh Indonesia. Ironisnya, di saat yang sama, anggaran pembangunan malah tersendat atau nggak sampai ke tempat yang paling butuh. Ini bukan sekadar soal angka, tapi soal nyawa harapan dan semangat belajar anak-anak bangsa.

Maka, pemerataan pendidikan bukan sekadar bangun sekolah baru atau bagi-bagi bantuan. Ia harus dimulai dari perencanaan yang kontekstual dan tepat sasaran. Distribusi guru harus berbasis data real, bukan cuma asal kirim. Digitalisasi harus inklusif, jangan cuma berhenti di kota-kota besar. Dan yang paling penting, setiap kebijakan pusat perlu didekatkan dengan realita lokal—karena tiap daerah punya tantangan unik yang nggak bisa diseragamkan.

Yuk, kita berhenti berharap bahwa pemerataan akan terjadi “sendirinya.” Nggak akan. Pemerataan itu harus diperjuangkan, dengan kolaborasi semua pihak: negara, masyarakat, guru, orang tua, bahkan kita yang saat ini cuma bisa nulis dan bersuara. Karena pendidikan yang adil bukan mimpi utopis—tapi cita-cita yang bisa kita wujudkan kalau dikerjakan bareng-bareng.***

Opini ditulis oleh:

Ikfina Nurul Izzah 

 

Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Bandung