News

Cuaca Ekstrem Agustus: Benarkah Iklim Berubah?

Selvi - Thursday, 14 August 2025 | 01:35 PM

Background
Cuaca Ekstrem Agustus: Benarkah Iklim Berubah?

 

INFOKBB.ID - Agustus. Apa yang ada di benak kalian kalau dengar nama bulan ini? Pasti langsung terbayang panas terik, langit biru tanpa awan, bendera merah putih berkibar gagah, dan aroma kemarau yang khas. Seolah-olah, bulan ini adalah puncak dari kekeringan, di mana debu-debu beterbangan, dan semua orang sudah pasrah dengan hawa gerah yang bikin sumuk pol. Biasanya, Agustus itu identik dengan musim kemarau yang lagi "galak-galaknya". Tapi, siapa sangka, Agustus tahun ini, terutama di beberapa kota di Indonesia, malah kayak lagi salah kostum?

Gimana gak kaget? Biasanya, bulan ini kita sudah siap-siap "mandi keringat" tiap keluar rumah. Udah pasang strategi biar kulit gak gosong, pakai topi, bawa kipas portable, minum terus menerus. Eh, sekarang? Pagi-pagi masih adem, siang kadang mendung tebal, sorenya bisa langsung diguyur hujan deras yang bikin kita auto-magernya tingkat dewa. Malah, gak jarang hujan rintik-rintik manja dari pagi sampai sore, kayak lagi di bulan Februari aja. Sejujurnya, fenomena cuaca hujan di bulan Agustus ini sukses membuat kita semua melongo. Ini mau dibilang anomali iklim, apa memang alam lagi ngasih kejutan biar kita gak bosan?

Ketika Niat Olahraga Berubah Menjadi Niat Rebahan

Pola cuaca yang 'nggak ada angin nggak ada hujan' ini (pun secara harfiah hujan benaran) punya efek domino ke banyak hal. Yang paling penting, tentu saja, adalah perubahan mood dan rencana harian kita. Yang tadi sudah niat mau lari pagi keliling kompleks, lihat awan mendung gelap langsung ciut nyali. Ujung-ujungnya, gulung selimut lagi, atau langsung cari remot TV buat serial maraton. Niatnya produktif, malah jadi "terjebak" di dalam rumah sambil ditemani secangkir kopi hangat dan sepiring mi instan kuah. Ah, surga dunia yang tak terduga! Siapa sih yang bisa nolak sumber cuaca dingin begini?

Bukan hanya itu, para pejuang jalanan ikut merasakan dampaknya. Coba deh perhatikan di jalan raya. Yang biasanya hanya pakai jaket tipis, sekarang harus gercep pakai jaket tebal, jas hujan, bahkan sarung tangan. Para abang ojol, pahlawan jalanan kita, harus ekstra hati-hati menembus guyuran hujan. Kaca helm yang buram, jalanan licin, plus cipratan udara dari kendaraan lain menjadi tantangan tersendiri. Yang tadi pagi-pagi ngebut biar nggak telat, sekarang harus lebih sabar dan pelan-pelan. Kesel sih kadang, tapi mau gimana lagi, ini risiko kalau Agustus jadi rasa Januari.

Dilema Jemuran dan Rezeki Tukang Es

Lalu, ada dilema klasik ibu-ibu rumah tangga dan anak kos: jemuran. Ini nih, drama paling bikin kepala pusing. Mentang-mentang Agustus identik dengan musim panas, banyak yang nggak siap sedia space buat jemuran indoor. Alhasil, baju numpuk, wangi deterjen jadi kecium tapi nggak kering-kering. Ini sih, bener-bener menguji kesabaran. Belum lagi, para pengusaha laundry kiloan yang biasanya panen di musim hujan, sekarang "panen dadakan" di bulan kemarau yang basah ini.

Efeknya juga terasa ke sektor UMKM. Bayangin, tukang es keliling atau penjual minuman dingin yang biasanya laris manis di bulan Agustus yang terik, sekarang jadi agak lesu. Pembeli pasti lebih milih yang anget-anget, kayak bakso kuah, wedang ronde, atau kopi panas. Ini bukti nyata bahwa cuaca bisa menjadi penentu rezeki. Tapi ya begitu, roda kehidupan berputar. Ada yang rugi, ada yang untung. Semua harus beradaptasi. Apalagi pedagang gorengan dan kopi instan di pinggir jalan tiba-tiba naik daun. Rezeki emang nggak kemana, cuma butuh disesuaikan aja sama cuaca.

Mengapa Agustus Jadi 'Mumet' Begini?

Pertanyaan besarnya, kenapa sih Agustus bisa jadi "mumet" begini? Secara ilmiah, fenomena ini memang sering disebut anomali cuaca atau pergeseran pola iklim. Ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi, mulai dari pengaruh El Nino atau La Nina yang membuat pola hujan berubah, sampai isu pemanasan global yang efeknya semakin terasa. Bumi kita ini memang lagi nggak stabil-stabilnya. Yang tadinya siklusnya teratur, sekarang jadi “acak-acakan”. Kita yang tinggal di sini, mau nggak mau harus siap mental menghadapi wilayah ini.

Dulu, nenek moyang kita mungkin bisa memprediksi musim tanam atau musim paceklik hanya dengan melihat tanda-tanda alam. Sekarang? Ramalan cuaca dari BMKG pun terkadang meleset, saking dinamisnya kondisi atmosfer kita. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia lho. Di berbagai belahan dunia, juga banyak kejadian cuaca ekstrem di luar negeri. Jadi, fenomena hujan di bulan Agustus ini bisa dibilang salah satu "kentut" kecil dari perubahan iklim yang lebih besar.

Mensyukuri Setiap Tetes dan Adaptasi Itu Kunci

Tapi, di balik semua kebingungan dan kegalauan akibat hujan di bulan yang tidak pada tempatnya, ada juga lho sisi positifnya. Udara jadi lebih bersih, debu berkurang drastis, dan yang jelas, suhu jadi lebih adem. Tanaman di sekitar kita juga menjadi lebih hijau dan segar. Mata pun jadi lebih nyaman memandang pemandangan yang tidak kering kerontang.

Pada akhirnya, hujan di bulan Agustus ini mengingatkan bahwa alam itu punya caranya sendiri untuk memberikan kejutan. Kita tidak bisa mengontrolnya, tapi kita bisa beradaptasi. Mengubah rencana liburan outdoor menjadi indoor, menyiapkan diri dengan payung atau jas hujan, atau sekadar menikmati momen tenang di rumah dengan secangkir teh hangat. Ini bukan cuma soal hujan atau panas, tapi soal bagaimana kita, sebagai penghuni bumi, bisa fleksibel dan mensyukuri setiap kondisi yang ada.

Jadi, meskipun Agustus kali ini bikin kita bertanya-tanya, "Ini beneran Agustus, kan?", mari kita nikmati saja setiap tetesnya. Siapa sangka, bulan yang biasanya bikin gerah ini, malah jadi "musim semi" dadakan yang adem dan penuh kejutan. Mungkin alam lagi pengen ngaasih pesan, "jangan terlalu banyak berharap, hiduplah dengan apa yang ada." Atau bisa juga, "jangan lupakan aku, aku masih ada." Entahlah, yang jelas, Agustus yang basah ini akan jadi cerita seru yang bisa kita ceritakan ke anak cucu nanti.***