Ekonomi

Sarasehan 100 Ekonom 2025: Resiliensi Ekonomi Domestik sebagai Fondasi Menghadapi Gejolak Dunia

Admin KBB - Thursday, 30 October 2025 | 09:06 AM

Background
Sarasehan 100 Ekonom 2025: Resiliensi Ekonomi Domestik sebagai Fondasi Menghadapi Gejolak Dunia

INFOKBB - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) adalah lembaga riset independen dan otonom yang berdiri sejak 1995. Sarasehan 100 Ekonom merupakan sebuah wadah bagi para ekonom Indonesia untuk menyampaikan pemikiran dan gagasannya dalam upaya mendorong dan meningkatkan ketahanan ekonomi domestik untuk menghadapi dinamika gejolak dunia. 

Pada tahun ini, INDEF kembali menggelar acara Sarasehan 100 Ekonom pada Selasa, 28 Oktober 2025 dengan tajuk “Resiliensi Ekonomi Domestik sebagai Fondasi Menghadapi Gejolak Dunia”. Pada acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di 2025, INDEF bekerja sama dengan CNBC Indonesia. Acara ini disiarkan secara langsung melalui akun Youtube INDEF dan CNBC Indonesia TV serta CNBCIndonesia.com.

Acara Sarasehan 100 Ekonom 2025 dibuka dengan pidato sambutan dari Esther Sri Astuti – Direktur Eksekutif INDEF. Esther menyampaikan bahwa Indonesia sedang menghadapi banyak tantangan global, namun demikian Indonesia masih punya peluang dalam menghadapinya. Ada tiga hal yang perlu dibangun ditengah gejolak global, yaitu: 1. Kemampuan beradaptasi, 2. Kemandirian ekonomi nasional, dan 3. Inovasi dan Sumber Daya Manusia. Esther juga menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara pemangku kebijakan, ekonom, dan akademisi. Buku Pemikiran 100 Ekonom menurutnya adalah kompas bagi policy makers dan praktisi dari para ekonom karena memuat rekomendasi dan gagasan yang bermanfaat untuk membangun bangsa. Esther juga mengatakan bahwa Sarasehan 100 Ekonom merupakah jembatan untuk menyampaikan rekomendasi dan gagasan tersebut. Menutup pidatonya Esther menyampaikan harapannya agar acara Sarasehan 100 Ekonom dan Buku Pemikiran 100 Ekonom dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi ketahanan ekonomi domestik.



Acara kemudian dilanjutkan dengan keynote speech oleh Ferry Irawan – Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mewakili Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Airlangga Hartanto. Pada pidatonya Ferry mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia bergerak ke arah yang lebih baik di tengah banyaknya tantangan global yang tinggi. Ferry menegaskan bahwa Pemerintah terus berupaya untuk terus memantau tantangan global untuk menjaga ekonomi domestik. Ferry mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu: 1. Kebijakan perdagangan dan tarif berdampak pada perdagangan global; 2. Produktivitas yang masih rendah; 3. ICOR Indonesia: 5,79, relatif tinggi dibanding negara lain; 4. Peningkatan tenaga kerja informal pasca pandemi; dan 5. Pembiayaan relatif rendah, termasuk kredit swasta. Pemerintah memiliki beberapa strategi untuk menghadapi hal tersebut, di antaranya: 1. Diversifikasi pasar ekspor dan mitra dagang; 2. Transformasi digital dan ekonomi kreatif; 3. Hilirisasi industri dan pengembangan semikonduktor; 4. Penguatan ketahanan pangan dan energi; 5. Peningkatan kepastian berusaha melalui deregulasi; 6. Penguatan SDM melalui pendidikan dan pelatihan; 7. Insentif fiskal: tax holiday; 8. Peningkatan akses pembiayaan melalui kredit program; 9. Dorongan industri padat karya untuk penciptaan lapangan kerja. 

Pada sesi diskusi, para ekonom berinteraksi para pemangku kebijakan (pemerintah) dan dipandu oleh Dr. Aviliani-Ekonom Senior INDEF sebagai moderator. Sesi diskusi dibagi ke dalam empat bagian berdasarkan klaster isu, yaitu: 1. Hilirisasi dan Kedaulatan Energi; 2. Kedaulatan Pangan; 3. Sumber Daya Manusia dan Kesehatan; dan 4. Fiskal dan Moneter. 

Klaster pertama dengan topik Hilirisasi menghadirkan Todotua Pasaribu - Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Todotua Pasaribu menyampaikan perkembangan hilirisasi dan investasi selama tahun 2025. Menurutnya hilirisasi mineral dan pertambangan sudah berjalan dan memberikan kontribusi pada perekonomian. Kedepannya hilirisasi akan diperluas ke sektor lainnya. Pengembagan hilirisasi membutuhkan dukungan pelayanan perizinan, dukungan regulasi dan fiskal, serta iklim investasi yang kondusif. Sementara itu, hilirisasi mempunyai tiga tantangan yaitu: daya saing, keberlanjutan, dan dampak lingkungan. Di sisi lain capaian invetasi sudah 75% dari target tahun ini dan ditargetkan terus meningkat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. 

Pada sesi diskusi dengan ekonom, Todotua menjawab pertanyaan Imaduddin Abdullah-Direktur Kolaborasi Internasional INDEF mengenai upaya membangun ekosistem hilirisasi yang berkelanjutan. Menurut Todotua untuk membangun ekosistem hilirisasi dilakukan strategi, diantaranya: mempermudah perizinan usaha (perizinan dilakukan pararel dengan pemenuhan persyaratannya); insentif pajak untuk peralatan dan bahan baku; meningkatkan daya saing; menjaga eksosistem penawaran; dan mendorong strategi kawasan.

Todotua juga menanggapi pertanyaan dari Prof. Rina Indiastuti-Guru Besar Universitas Padjadjaran yang menanyakan apakah hilirisasi yang dilakukan sudah memperhitungkan isu lingkungan, teknologi, SDM, dan transfer knowledge. Todotua menjelaskan bahwa kunci utama dalam mempercepat hilirisasi adalah penguatan teknologi, dukungan finansial, dan sinergi strategis antar sektor. Namun demikian memang tantangan besar adalah aspek penggunaan energi yang sebagian besar masih bergantung pada energi fosil terutama batu bara karena lebih murah dibandingkan energi hijau.



Kemudian, pada klaster dengan topik Kedaulatan Energi, Bahlil Lahadalia-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia hadir dalam diskusi bersama ekonom. Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa hingga Oktober 2025 lifting minyak sudah memenuhi target pada APBN 2025, setelah beberapa tahun ini mengalami tren yang menurun. Bahlil juga menyampaikan bahwa pemerintah berupaya menekan gap yang terjadi antara produksi dan konsumsi BBM dan elpiji. Salah satu upaya itu adalah dengan mendorong ke etanol (E20 E30) agar dapat menekan impor. Selain itu, Pemerintah juga berkomitmen untuk mendorong penggunaan energi terbarukan. 

Pada kesempatan diskusi dengan ekonom, Fadhil Hasan-Ekonom Senior INDEF menyampaikan pentingnya melakukan komunikasi publik yang baik dan luas agar kebijakan yang diambil di sektor energi sekaligus capaiannya dapat terinformasikan dengan benar ke seluruh lapisan masyarakat. Selain itu perlu dilakukan transformasi untuk mendorong penggunaan energi baru terbarukan dari penggunaan energi fosil bersubsidi. Bahlil menyepakati bahwa memang perlu ada komunikasi yang baik untuk menyampaikan kebijakan sektor energi dan capaiannya pada masyarakat luas. Bahlil juga menanggapi bahwa energi baru terbarukan tidak murah sehingga perlu waktu dan strategi yang tepat. Namun demikian Pemerintah sudah mulai melakukan implementasi penggunaan solar panel yang ekonomis. 

Klaster dengan topik Kedaulatan Pangan menghadirkan Zulkifli Hasan - Menteri Koordinator Bidang Pangan Republik. Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa untuk membenahi sektor pangan dilakukan deregulasi (pembenahan regulasi). Hal tersebut dapat dilihat dampaknya dalam setahun ini, diantaranya yaitu: 1. Jumlah produksi beras meningkat (swasembada beras); 2. Nilai Tukar Petani, yang menjadi indikator perbaikan kesejahteraan petani, meningkat; dan 3. Harga jagung dan gabah di tingkat petani naik. Zulkifli juga menambahkan bahwa dengan kebijakan etanol (yang sumbernya dari jagung, ketela, dll) maka akan dapat meningkatkan NTP dan pemanfaatan lahan pertanian sehingga akan mendorong peningkatan nilai yang dapat mendorong pertumbuhan sekaligus menurunkan kemiskinan di sektor pertanian.  

Pada sesi diskusi Prof. Sahara-Guru Besar IPB menanyakan kebutuhan reformasi kebijakan impor pangan yang berbasis kuota untuk menciptakan tata kelola impor yang lebih efisien, terarah, dan mendukung ketahanan pangan nasional. Zulkifli Hasan menanggapi bahwa rezim tarif sudah tidak diterapkan karena telah masuk dalam kerangka kerjasama CEPA/Comprehensive Economic Partnership Agreement (Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif), sehingga tarif-nya nol. Jika kita menerapkan tarif, maka kita akan diberikan tarif juga. Pilihan kebijakan impor memang tidak mudah, tetapi yang dilakukan pemerintah saat ini diarahkan pada swasembada pangan dan meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Zulkifli kemudian mengungkapkan pengalaman impor sapi breading dari India yang pernah dilakukan oleh Indonesia dan Brazil beberapa tahun lalu. Brazil berhasil meningkatkan produksi sapi karena disertai dengan penelitian. Berkebalikan dengan Indonesia yang tidak berhasil mengembangkan sapi breading sehingga sampai saat ini masih impor

Pada Klaster Kedaulatan Pangan, Sakti Wahyu Trenggono - Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, turut hadir dalam sesi diskusi selanjutnya. Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan bahwa produksi perikanan sudah surplus dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi. Sakti mengemukakan lima hal penting untuk mendorong ekonomi biru, yaitu: 1. Memperluas kawasan konservasi laut (dari 97,5 juta Ha (2045) baru tercapai 29,27 ha (2023); 2. Penangkapan ikan terukur berbasis kuota; 3. Pengembangan perikanan budidaya laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan; 4. Pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 5. Pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan. ekspor perikanan terbesar adalah: Udang, Tuna-Cakalang-Tongkol, Cumi-Sotong-Gurita, Rajungan-Kepiting, dan Rumput laut. Saat ini menurut Sakti untuk mendorong produktivitas sektor perikanan dilakukan program Kampung Nelayan Merah Putih dengan target jumlah mencapai 1.000 Kampung Nelayan di seluruh Indonesia. 

Pada sesi diskusi Sakti menjawab dua pertanyaan dari Nimmi Zulbainarni - Associate Professor Sekolah Bisnis IPB, mengenai banyaknya kapal tangkap dan ketercukupan sumberdaya perairan serta hilirisasi yang terkendala bahan baku, dan dari Bhimo Rizky Samudro – Dosen dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret yang menanyakan tentang proses eksplorasi distribusi penangkapan ikan jika terdapat modernisasi kapal. Sakti menjawab bahwa regulasi penagkapan ikan dan regulasi kapal sudah ada. Regulasi penangkapan ikan yaitu penangkapan ikan terukur berbasis kuota di Indonesia ada 6 zona, harus berangkat dari sana dan berhenti di sana, jumlah muatan kapal 3,5 juta ton, jumlah kapal maksimum 2000 dan tidak boleh lebih, dan masa penangkapan hanya 2 kali dalam 1 tahun. Dengan begitu sumber daya laut akan terjaga. Untuk itu Indonesia menggunakan Vesel Monitoring System (VMS), sehingga over-fishing jadi turun cost-nya dan harapannya ekonomi akan tumbuh. Sehingga perlu melakukan moderninasi kapal tangkap, ditata dan diberi ketegasan dan pemahaman.  

Klaster tiga dengan topik Sumber Daya Manusia dan Kesehatan menghadirkan Abdul Mu’ti -Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia dan Bayu Teja Muliawan- Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Abdul Mu’ti-Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia menyampaikan bahwa visi besar yang ingin dicapai adalah pendidikan bermutu untuk semua, layanan diperluas tidak hanya schooling tetapi juga learning. Learning pertama melalui pendidikan non-formal: penyetaraan paket C/B/A bukan soal kepintaran namun waktu. Akses to learning diperluas dan mendukung homeschooling untuk yang tidak bisa belajar secara formal, seperti atlet. Menurut Abdul Mu’ti angka putus sekolah tidak melulu soal ekonomi namun ada faktor kultural seperti pernikahan dini angkanya tinggi. Pembelajaran jarak jauh menjadi alternatif solusinya untuk tetap mendapat ijazah yang diakui. Selain itu dilakukan juga pendekatan partisipasi semesta, pendidikan tidak selalu di dukung pemerintah untuk mewujudkan infrastruktur sekolah. Kesadaran kolektif sangat penting untuk mewujudkan pendidikan. Abdul Mu’ti mengemukakan 4 strategi mendukung vokasi, yaitu: 1. SMK 4 tahun dengan 1 tahun persiapan kerja; 2. SMK berbasis keunggulan lokal (program keahlian yang ada muatan lokalnya-sesuai dengan keunggulan daerah); 3. Kemitraan dengan industri by order; 4. Kerjasama ke luar negeri.

Pada sesi diskusi Abdul Mu’ti menanggapi dua pertanyaan ekonom. Pertama yaitu Prof.Irwan Trinugroho dari Universitas Sebelas Maret yang menanyakan strategi untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru serta apakah regulasi dan implementasi Pendidikan Profesi Guru (PPG) sudah dievaluasi secara menyeluruh untuk memastikan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Menanggapi pertanyaan tersebut, Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru adalah: 1. Pemenuhan kualifikasi guru sesuai dengan regulasi untuk itu diberikan beasiswa; 2. Melakukan program PPG; dan 3. Pelatihan guru yang berkesinambungan.

Ninasapti Triaswati-Dosen Universitas Indonesia menanyakan cara kualitas dan cara agar BOS tidak disalahgunakan. Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa bantuan untuk siswa dalam bentuk PIP dan KIP akan menggunakan data DTSEN, selain itu juga ada beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM), dan dana BOS untuk sekolah. Lebih jauh Mu’ti menjelaskan bahwa dana BOS saat ini sudah ditentukan alokasinya untuk apa saja, boleh digunakan sebagian untuk menggaji guru honorer serta untuk kegiatan ekstrakurikuler, sehingga mudah memonitor-nya karena sudah ditentukan penggunaannya. Kemudian dana BOS majemuk saat ini juga besarannya tidak seragam untuk setiap daerah bergantung tingkat kemahalan, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Hasil kinerja Kemendikdasmen dalam setahun ini sudah terlihat dari berbagai survey yang dilakukan oleh berbagai pihak atas dampak dari program yang dijalankan. 

Bayu Teja Muliawan-Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengemukakan bahwa untuk mencegah stunting, Kementerian Kesehatan mempunyai beberapa program peningkatan kesehatan ibu-anak seperti pemeriksaan berkala ibu hamil, imunisasi, cek kesehatan gratis, dan lainnya yang dilakukan oleh Puskesmas. Sementara itu untuk layanan sekunder yang dilakukan Rumah Sakit ada program kesehatan kanker, jantung, struk dan uronefro. Sementara itu untuk obat-obatan, bahan bakunya sudah diproduksi di dalam negeri. Bayu juga menyadari jumlah dan distribusi tenaga kesehatan masih kurang sehingga diatasi dengan penempatan khusus, pendayagunaan dokter spesialis lewat beasiswa dan hospital based. 

Pada sesi diskusi Prof. Hasbullah Thabrany-Guru Besar Universitas Indonesia menanyakan bagaimana untuk mendapatkan pendanaan yang memadai agar outcome-nya bagus. Sementara Prof. Dr.sc.hum. Budi Aji menanyakan tentang pemanfaatan data kesehatan untuk intervensi kesehatan dan bagaimana program MBG dalam menangani stunting. Pertanyaan terakhir datang dari Ery Setiawan-Project Director ThinkWell yang menanyakan strategi memitigasi anggaran kesehatan yang mengalami pemotongan. 

Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut, Bayu menjelaskan bahwa karena anggaran terbatas maka pendanaan difokuskan pada program prioritas dan biaya operasional. Program prioritas misalnya untuk pendanaan Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI), program obat dan vaksin, pendidikan dokter spesialis, penyediaan dokter dan penempatan dokter, dan cek kesehatan gratis serta peningkatan kelas Rumah Sakit. Sementara untuk KJSU (Kanker, Jantung, Stroke, dan Uro-Nefrologi) dilakukan juga dengan pinjaman sebagai salahsatu sumber pendanaan. 

Terkait data data yang banyak di puskesmas, Bayu mengatakan, dilakukan simplifikasi dan integrasi dari data-data tersebut menjadi satu data sehat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan (data individu personal, data pemerintah untuk pengambilan kebijakan, dan data antar komunikasi kesehatan). Sementara itu Indikator indikator tahunan dan 5 tahunan menjadi dasar dan intervensi kesehatan. Sementara untuk pendanaan berubah dari mandatory spending ke money follow program, jadi efektivitas intervensi program menjadi penting.

Program kerja di 2026 yang utama adalah cek kesehatan gratis, meningkatkan status Rumah Sakit terutama di wilayah 3T, pemberantasan TBC, 4 penyakit katastropik disiapkan pelayanannya di daerah, memenuhi puskesmas dengan alat terstandar sehingga bisa melakukan pemeriksaan deteksi dini dan program promotive-prefentif, memenuhi kebutuhan laboratorium masyarakat, dan memenuhi distribusi tenaga kesehatan. 

Diskusi Klaster empat dengan topik Fiskal dan Moneter menghadirkan Purbaya Yudhi Sadewa-Menteri Keuangan Republik Indonesia menyampaikan bahwa sejak setahun terakhir ekonomi melambat dengan kebijakan fiskal dan moneter kurang akurat. Menurutnya kebijakan counter-cyclical yang dilakukan tidak tepat, karena ketika ekonomi melambat malah dikenakan pajak dimana-mana. Sehingga yang dilakukannya saat ini adalah melakukan kebijakan pro-cyclical tanpa mengeluarkan uang yang terlalu banyak (tidak melakukan kebijakan ekspansi), namun mengoptimalkan uang yang ada. Dengan demikian bunga turun karena over supply, sehingga semuanya bergerak (kredit), optimis masyarakat tumbuh, arah ekonomi sudah mulai terlihat meski belum signifikan seperti yang diharapkan.

Purbaya juga menunjukkan Indeks kepercayaan Konsumen Kepada Pemerintah (IKKP) pada Juli-September yang turun ke level yang parah karena ekonomi memburuk, sehingga perlu membalikkan keadaan ekonomi untuk menghindari aksi massa yang lebih besar. Hasilnya, di Oktober nilainya kembali naik yang mengindikasikan keyakinan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya kembali. Purbaya akan memastikan ekonomi bergerak bukan hanya di sektor pemerintah tapi juga sektor swasta. 

Berkaitan dengan transfer ke daerah yang berkurang, Purbaya meminta daerah untuk mengoptimalkan belanja-nya dan mengelola keuangannya dengan lebih baik dengan mengurangi kebocoran anggaran. Jika daerah bisa melakukan hal tersebut, anggaran bisa di ajukan untuk bisa dinaikkan. Menanggapi utang yang tinggi, Purbaya mengatakan bahwa disiplin fiskal akan terus dijaga karena defisit masih dibawah 3 persen dan rasio utang terhadap PDB masih dibawah 60 persen. Sehingga masyarakat tidak usah risau.

Sesi diskusi dengan ekonom bagian satu dilakukan dengan menanggapi pertanyaan dari Prof. Didin S. Damanhuri-Ekonom Senior dan Pendiri INDEF yang menanyakan implementasi Rp 200 triliun mengalir ke sektor mana kemudian bagaimana peta jalan untuk menurunkan utang dan skenario mencapai pertumbuhan 6 persen dan juga pertanyaan dari Rangga Cipta- Chief Economist, Mandiri Sekuritas yang menanyakan apakah ada kebijakan tambahan untuk relaksasi pajak. Purbaya menjawab bahwa penyaluran dana 200 triliun rupiah menggunakan ekspertis perbankan. Dia juga menekankan bahwa dirinya tidak melakukan intervensi pada perbankan dalam penyaluran dana tersebut. Hal yang menjadi perhatiannya saat ini adalah uang tersebut tersalurkan untuk menggerakkan perekomian. Menanggapi pertumbuhan 6 persen, Purbaya merasa optimis dengan menggerakkan sektor swasta melalui kredit yang tumbuh tinggi dan pemerintah sebagai tambahan. Selain itu juga akan memperbaiki iklim bisnis. Menanggapi Coretax, Purbaya sedang memperbaikinya dibantu dengan ahli. Mengenai pajak, Purbaya mengatakan akan memonitor dengan hati-hati, kenaikan pajak akan dilakukan jika ekonomi tumbuh diatas 6 persen. 

Di sesi diskusi dan tanya jawab, Awalil Rizki-Ekonom Senior Bright Institute menanyakan mengapa risiko atas kebijakan fiskal yang dijalankan Kementerian Keuangan saat ini belum diungkapkan dan bagaimana pengelolaan risko atas kebijakan fiskal yang dijalankan tersebut. Sementara itu Ciplis Gema Qori’ah- Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember menanyakan bagaimana mengkomunikasikan mekanisme burden sharing penyaluran dana 200 triliun rupiah dan kebijakan makroprudensial penurunan batas GWM dengan tetap menjaga inflasi dan nilai tukar. Pertanyaan kedua adalah bagaimana mengintegrasikan konsep ESG. 

Purbaya menanggapi bahwa membangun trust dan menciptakan optimisme itu penting. Sementara itu menjawab mengenai risiko, menurutnya dia akan terus mengacu pada acuan-acuan yang ketat di fiskal. Menurutnya risiko harus dihadapi untuk membuat ekonomi tumbuh sambil menggerakkan sektor pemerintah dan swasta. Utang akan dijaga pada tingkat manageable, dengan berusaha meminimalkan risko. Purbaya mengatakan jangan takut risiko karena dunia itu dihadapkan pada pilihan dan sumber daya yang terbatas. Menanggapi burden sharing, Purbaya menyebutkan dia semaksimalkan mungkin tidak akan menggunakan burden sharing. Purbaya akan membiarkan Bank Sentral melakukan pakem kebijakan moneter dan begitu juga Kemenkeu dengan kebijakan fiskal. Bank Sentral perlu dijaga independensi-nya karena tidak terikat dengan pemerintahan yang berjalan dengan siklus 5 tahunan, sementara bank sentral sifatnya jangka panjang. Mengenai riisko inflasi jika mencetak uang, Purbaya menjelaskan bahwa untuk menjelaskannya tidak hanya menggunakan teori netralitas uang tapi ada juga teori bahwa inflasi (demand pull inflation) tidak akan terjadi jika laju pertumbuhan ekonomi berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi potensialnya. Sehingga tidak perlu khawatir karena pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mencapai potensialnya. ***

Tags